Aksara Jawa-Islam
Periode ini adalah periode ketika aksara Jawa berkembang pada dekade awal
perkembangan Islam di Jawa, dan campur tangan bangsa asing (pemerintah Kolonial Hindia Belanda)
belum mendominasi ranah politik dan kekuasaan di Jawa. Masa ini berlangsung kurang lebih jaman [[Demak]] � akhir
Pajang, dan tulisan dalam periode ini diwakili tata tulis aksara Jawa yang terdapat pada teks serat ''[[Suluk Wujil]]'' dan ''[[serat Ajisaka]]''. Pada periode ini aksara Jawa diurutkan menggunakan urutan ha-na-ca-ra-ka yang disusun untuk mempermudah
penghapalan dan pengingatannya dengan cara yang kreatif yaitu
dengan menyusun dalam suatu fragmen pendek yang menarik yang dikaitkan
dengan mitos [[Ajisaka]]. Fragmen tersebut terdiri dari 4 baris masing-masing terdiri
dari 5 aksara, menyerupai metrum atau puisi/''[[Sekar Kawi]]''
# hana caraka (''ana utusan'')
# data (sabanjur�) sawala (= suwala �k�r�ngan)
# pada jayanya (babag kekuwatan�)
# maga (ma-ang-ga) batanga (bangk�) = mangawak bangk� = palastra !
Dalam periode ini, pengertian aksara Murda masih belum disamakan dengan huruf kapital seperti halnya dalam tulisan Latin,
namun keberadaan aksara Murda yang dipisahkan dari susunan huruf Jawa dasar (''nglegana'') karena merupakan aksara lama yang
keberadaannya tetap dipertahankan, dan penggunaan aksara ini masih sama seperti pada aksara Jawa � Hindu.
Kemudian periode ini juga ditandai dengan digunakannya aksara rekan untuk menyesuaikan penulisan kata-kata Arab yang sudah mulai dikenal masyarakat Jawa
kala itu dengan semakin intensifnya dakwah Islam di tanah Jawa.
Description: Aksara Jawa-Islam
Rating: 3.5
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Aksara Jawa-Islam
Periode ini adalah periode ketika aksara Jawa berkembang pada dekade awal
perkembangan Islam di Jawa, dan campur tangan bangsa asing (pemerintah Kolonial Hindia Belanda)
belum mendominasi ranah politik dan kekuasaan di Jawa. Masa ini berlangsung kurang lebih jaman [[Demak]] � akhir
Pajang, dan tulisan dalam periode ini diwakili tata tulis aksara Jawa yang terdapat pada teks serat ''[[Suluk Wujil]]'' dan ''[[serat Ajisaka]]''. Pada periode ini aksara Jawa diurutkan menggunakan urutan ha-na-ca-ra-ka yang disusun untuk mempermudah
penghapalan dan pengingatannya dengan cara yang kreatif yaitu
dengan menyusun dalam suatu fragmen pendek yang menarik yang dikaitkan
dengan mitos [[Ajisaka]]. Fragmen tersebut terdiri dari 4 baris masing-masing terdiri
dari 5 aksara, menyerupai metrum atau puisi/''[[Sekar Kawi]]''
# hana caraka (''ana utusan'')
# data (sabanjur�) sawala (= suwala �k�r�ngan)
# pada jayanya (babag kekuwatan�)
# maga (ma-ang-ga) batanga (bangk�) = mangawak bangk� = palastra !
Dalam periode ini, pengertian aksara Murda masih belum disamakan dengan huruf kapital seperti halnya dalam tulisan Latin,
namun keberadaan aksara Murda yang dipisahkan dari susunan huruf Jawa dasar (''nglegana'') karena merupakan aksara lama yang
keberadaannya tetap dipertahankan, dan penggunaan aksara ini masih sama seperti pada aksara Jawa � Hindu.
Kemudian periode ini juga ditandai dengan digunakannya aksara rekan untuk menyesuaikan penulisan kata-kata Arab yang sudah mulai dikenal masyarakat Jawa
kala itu dengan semakin intensifnya dakwah Islam di tanah Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar